MAKALAH
SEJARAH
PENDIDIKAN ISLAM
MASA
BANI UMAYYAH
Oleh:
Lilis Maryati
A.
Pendahuluan
Pendidikan Islam
merupakan warisan dan perkembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman
dari ajaran Islam, dalam rangka membentuk kepribadian utama menurut ajaran
Islam. Munculya ilmu pendidikan telah memberi motivasi bagi umat Islam untuk
menelusuri sejarah pendidikan Islam. Dengan demikian, sejarah pendidikan Islam
bukanlah suatu ilmu yang berdiri sendiri, namun juga merupakan bagian dari
sejarah pendidikan secara umum. Sejarah pendidikan telah menguraikan
perkembangan pendidikan dari zaman dahulu sampai saat ini.[1]
Sejarah
pendidikan Islam pada hakikatnya tidak bisa dilepaskan dari sejarah Islam.
Karena itu, periodesasi sejarah pendidikan Islam dapat dikatakan sama dengan
periodesasi dalam sejarah Islam itu sendiri. Harun Nasution menyebutkan bahwa
setidaknya sejarah Islam terbagi dalam 3 periode, yaitu periode klasik,
pertengahan dan modern, dengan perinciannya yaitu, pada masa hidupnya Nabi
Muhammad SAW (571-632), masa khulafa
al-rasyidin (631-661), masa dinasti umayyah (661-750), masa dinasti abbasiyah,
dan masa dari jatuhnya kekuatan Islam di Bagdad (750-1250).[2]
Pendidikan pada
masa khulafaur rasyidin, pola
kepemimpinannya masih mengikuti
keteladanan Nabi, yaitu khalifah dipilih melalui proses musyawarah. Hal ini
jauh berbeda dengan dinasti-dinasti selanjutnya, yang dimulai pada masa dinasti
umayyah. Dinasti umayyah muncul setelah berakhirnya kekuasaan Ali ibn Abi
Thalib. Dinasti umayyah berkuasa kurang lebih 91 tahun.[3]
Bentuk
pemerintahan pada masa bani umayyah adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan
bersifat feodal, atau turun temurun. Terjadi reformasi yang cukup banyak,
terkait pada bidang pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Perkembangan
ilmu tidak hanya dalam bidang agama semata, melainkan juga dalam aspek
teknologi.[4]
Pendidikan pada masa bani Umayyah sangat menarik dan sangat besar pengaruhnya
terhadap khazanah ilmu pendidikan Islam saat ini. Maka dari itu, penulis
tertarik untuk mempelajari dan mengungkap sisi pendidikan pada masa bani
Umayyah. Makalah sederhana ini akan membahas tentang bagaimana bentuk dan
tujuan pendidikan pada masa bani Umayyah, serta hal-hal lain yang berkaitan
dengan pendidikan pada masa bani Umayyah.
A.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
bentuk dan tujuan pendidikan Islam pada masa bani umayyah ?
2. Bagaimanakah
manajemen pendidikan Islam pada masa bani umayyah ?
3. Bagaimanakah
kurikulum pendidikan Islam pada masa bani umayyah ?
B.
Pembahasan
1.
Bentuk
dan Tujuan Pendidikan Islam pada Masa Bani Umayyah
Dinasti
Bani Umayyah didirikan oleh Mu’awiyyah. Bani Umayyah berhasil menaklukkan
beberapa Negara, dan membuat Islam menjadi berkembang pesat pada masa itu. Dari
persatuan berbagai bangsa di bawah naungan Islam, timbullah benih-benih
kebudayaan dan peradaban Islam yang baru.[5]
Dinasti
Umayyah berkuasa selama 91 tahun (41-132 hijriyah atau 661-750 masehi). Dengan
14 orang khalifah yang dimulai dari Umayyah ibn Abu Sufyan dan diakhiri Marwan
ibn Muhammad. Pada awalnya pemerintahan dinasti bani Umayyah bersifat demokrasi
lalu berubah menjadi feodal atau kerajaan. Pusat pemerintahannya bertempat di
Damaskus.[6]
Dinasti
Umayyah bercorak Arab tulen walaupun ibu kotanya berpindah dari jntung negeri
Arab (Madinah) ke suatu kawasan pertemuan peradaban Romawi dan Persia. Pada
masa itu, dunia sastra dan syai-syair mengalami kemajuan, dan banyak
karya-karya seni Islam yang terpampang di masjid Damaskus. Pada masa ini pula
kegiatan penterjemahan dari berbagai bahasa ke bahasa Arab telah mulai
dilakukan, dan kegiatan ini dipelopori oleh Khalid ibnYazid.[7]
Adapun
bentuk dan tujuan pendidikan pada masa dinasti Umayyah diantaranya:[8]
a. Pendidikan
istana.
Tujuan
pendidikan istana bukan saja mengajarkan ilmu pengetahuan bahkan Muadidib (guru istana) harus mendidik
kecerdasan, hati dan jasmani anak.
Adapun
rencana pelajaran di istana sebagai berikut :
1) Al-Qur’an
(kitabullah)
2) Hadits-hadits
termulia
3) Syair-syair
yang terhormat
4) Riwayat
hukama
5) Menulis,
membaca, dan lain-lain
b. Nasihat
pembesar kepada Muaddib.
Sebagaimana
pembesar Hisyam ib Abdul Malik kepada guru anaknya Sulaiman al-Kalby:
“Sesungguhnya anakku ini adalah cahaya mataku. Aku serahkan kepada engkau untuk
memberi adab kepadanya. Maka, tugas engkau adalah bertakwa kepada Allah dan
menunaikan amanah. Wasiatku yang pertama kepada engkau supaya engkau ajarkan
kepadanya kitabullah. Kemudian engkau riwayatkan kepadanya syair-syair yang
terbaik. Sesudah itu engkau ajarkan riwayat kaum Arab dan syair mereka yang
baik. Perlihatkan kepadanya sebagian yang halal dan yang haram serta pidato-pidato
dan riwayat peperangan.”
c. Badiah
Badiah
yaitu dusun badui di Padang Sahara yang masih fasih bahasa Arabnya dan murni
sesuai sesuai dengan kaidah bahasa Arab itu. Akibat dari Arabisasi ini
muncullah ilmu qawa’id dan cabang
ilmu lainnnya untuk mempelajari bahasa Arab.
d. Perpustakaan
Al
Hakam ibn Nasir (350 H/961 M) mendirikan perpustakaan yang besar di Qurtubah
(Cordova)
e. Bamaristan
(Rumah sakit tempat berobat dan merawat orang sakit serta tempat studi
kedokteran)
Cucu
Muawiyah Khalid ibn Yazid sangat tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran. Ia
menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana Yunani yang ada di
Mesir untuk menerjemahkan buku kimia dan kedokteran dalam bahasa Arab agar
mudah dipahai dan dipelajari oleh bangsa Arab.
Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa pola pendidikan pda periode dinasti Umayyah telah
mengalami perkembangan dari aspek pengajarannya. Pada masa ini peradaban Islam
sudah bersifat internasional yang meliputi tiga benua, yaitu sebagian Eropa,
sebagian Afrika dan sebagian besar Asia yang ke semuanya itu dipersatukan
dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi Negara.[9]
2.
Manajemen
Pendidikan Pada Masa Bani Umayyah
Pada
masa bani Umayyah daerah-daerah yang dikuasai Islam semakin meluas, dan
meluasnya daerah kekuasaan Islam ini disertai dengan usaha penyampaian agama
Islam kepada para penduduknya oleh para sahabat , baik yang ikut sebagai
anggota pasukan, maupun yang kemudian dikirim oleh khalifah dengan tugas khusus
mengajar dan mendidik.[10]
Pengajaran
Islam pada masa ini dilakukan dengan cara:
a. Mendirikan
Pusat Pendidikan yang Tersebar Di Kota-kota Besar
Pada
masa ini kekuasaan Islam sudah mulai tersebar di kota-kota besar. Pusat-pusat
wilayah yang baru dikuasai Islam yang berada di luar Madinah kemudian didirikan
pusat-pusat pendidikan. Pusat pendidikan ini berada di bawah penguasaan para
sahabat, yang kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh para penggantinya (tabi’in) dan seterusnya. Di pusat-pusat
pendidikan tersebut timbullah madrasah-madrasah yang merupakan tempat memberikan
pelajaran atau tempat pertemuan lainnya.[11]
Madrasah-madrasah
yang terkenal pada masa ini adalah:[12]
1) Madrasah Makkah
Guru
pertama yang mengajar di Makkah adalah Mu’ad bin Jabal. Ialah yang mengajarkan
Al-Qur’an, hukum-hukum halal dan haram dalam Islam. Pada masa Khalifah Abdul
Malik bin Marwan , Abdullah bin Abbas pergi ke Makkah lalu mengajar disana. Ia
mengajarkan tafsir, Hadits, Fiqih dan Sastra. Abdullah bin Abbaslah yang
merupakan pembangun madrasah Makkah yang kemudian termasyhur ke seluruh penjuru
negeri Islam.
2) Madrasah Madinah
Madrasah
Madinah lebih termasyhur, karena disanalah tempat khalifah Abu bakar, Umar dan
Utsman, dan disana pula banyak tinggal sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW.
Diantara para sahabat yang mengajar yaitu, Umar bin Khattab, Ali bin Abi
Thalib, Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Umar. Zaid bin Tsabit adalah seorang
ahli Qiraat dan Fiqh, dan beliaulah yang mendapat tugas memimpin penulisan
kembali Al-Qur’an, baik di zaman Abu Bakar maupun di zaman Utsman bin Affan. Sedangkan
Abdullah bin Umar adalah seorang ahli hadits. Beliau dianggap sebagai pelopor
madzab Ahl al Hadits yang berkembang pada masa-masa berikutnya.
3) Madrasah Basrah
Ulama
sahabat yang terkenal di Basrah adalah Abu Musa al-Asy’ari dan Anas bin Malik.
Abu Musa terkenal sebagai ahli Fiqh, Hadits dan ilmu Al-Qur’an. Sedangkan Anas
bin Malik termasyhur dalam ilmu hadits.
Guru
madrasah Basrah yang terkenal lainnya adalah Hasan Al-Basri dan Ibn Sirin. Hasan
Al-Basri selain seorang ahli Fiqh, ahli pidato dan kisah, juga terkenal sebagai
seorang ahli pikir dan ahli tasawuf. Ia dianggap sebagai perintis madzab Ahl
Al-Sunnah dalam lapangan Ilmu Kalam. Sedangkan Ibn Sirin adalah seorang ahli
Hadits dan Fiqh, yang belajar langsung dari Zaid bin Tsabit dan Anas bin Malik.
4) Madrasah Kuffah
Ulama
sahabat yang tinggal di Kufah ialah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud.
Ali bin Abi Thalib mengurus masalah politik dan urusan pemerintahan, sedangkan
Abdullah bin Mas’ud sebagai guru agama. Ibnu Mas’ud adalah utusan resmi
Khalifah Umar untuk menjadi guru agama di Kufah. Beliau adalah seorang ahli
tafsir, ahli fiqh dan banyak meriwayatkan hadits-haditsNabi Muhammad SAW.
5) Madrasah Damsyik
Penduduk
negeri Syam banyak yang memeluk agama Islam, setelah negeri tersebut menjadi
bagian dari Negara Islam. Maka, khalifah Umar bin Khattab mengirimkan tiga
orang guru agama ke negeri itu, yaitu : Muaz bin Jabal, Ubadah dan Abu Dardak.
Mereka mengajar di Syam pada tempat-tempat yang berbeda, yaitu Abu Dardak di
Damsyik, Muaz bin jabal di Palestina, dan Ubadah di Hims.
6) Madrasah Fistat
(Mesir)
Sahabat
yang mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin Amr bin
Al-As. Ia adalah seorang ahli hadits. Ia tidak hanya menghafal hadits-hadits
yang didengarnya dari Nabi Muhammad SAW melainkan juga menuliskannya dalam
catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf dalam meriwayatkan hadits-hadits
itu kepada murid-muridnya.
b. Mengadakan
Gerakan-gerakan Ilmiah
Pada
masa bani Umayyah, mulai dirasakan kestabilan politik oleh semua Negara-negara
Islam. Sehingga orang-orang Islam mengarahkan perhatiannya kepada kebudayaan,
ilmu dan peradaban yang mereka jumpai di negeri-negeri yang berhasil
ditaklukkan. Berikut merupakan gerakan-gerakan ilmiah yang muncul pada masa
bani Umayyah:[13]
1) Penyempurnaan
Tulisan Al-Qur’an
Al-Qur’an
yang telah dikodifikasi pada masa Abu Bakar dan Utsman ibn Affan ditulis tanpa
titik dan baris. Menurut salah satu riwayat, ulama yang pertama kali memberikan
baris dan titik pada huruf-huruf Al-Qur’an adalah Hasan al Bashri. Sedangkan
dalam riwayat lain dikatakan bahwa yang pertama kali membuat barid dan
titik-titik pada huruf Al-Qur’an adalah Abu al-Aswad al-Duwali.
2) Penulisan
Hadits
Umar
ibn Abdul Aziz adalah khalifah yang menggagas penulisan hadits. Atas perintah
khalifah, pengumpulan hadits mulai dilakukan oleh para ulama. Dalam sejarah
tercatat bahwa ulama yang pertama mebukukan hadits adalah Imam al-Zuhri.
3) Teologi
Islam (Ilmu Kalam)
Pemikiran
Islam timbul akibat adanya pemikiran teologis dari agama Kristen. Pemikiran
Islam tersebut kemudian disebut dengan Ilmu Kalam. Semula Ilmu Kalam bertujuan
untuk menolak ajaran-ajaran teologis agama Kristen yang sengaja dimasukkan
untuk merusak akidah Islam. Namun pada perkembangan selanjutnya muncul
aliran-aliran teologis Islam, sebagai akibat dari tahkim yang dimenangkan
secara licik oleh Mu’awiyah. Aliran-aliran yang muncul saat itu adalah Khawarij
dan Murji’ah. Selain itu, berkembang pula aliran-aliran teologi yang lain yaitu
Syi’ah dengan teori imamahnya dan Mu’tazilah dengan rasionya.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada masa bani Umayyah peletakan
dasar-dasar dari kemajuan pendidikan dimunculkan. Intelektual muslim mulai
berkembang pada masa ini. Pada masa ini pola pendidikan bersifat desentralisasi, tidak memiliki tingkatan
dan standar umum. Kajian keilmuan berpusat di Damaskus, Kuffah, Makkah,
Madinah, Mesir, Cordova, dan beberapa kota lainnya. Jadi, pendidikan tidak
hanya berpusat di Madinah seperti pada masa Nabi dan khulafa ar-rasyidin, melainkan ilmu telah mengalami ekspansi seiring dengan ekspansi territorial.[14]
Ilmu-ilmu
yang dikembangkan pada masa ini yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi atau
perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan, seni rupa,
maupun seni suara. Dalam memberikan pelajaran, pada masa khulafa ar-rasyidin gurunya tidak dibayar. Akan tetapi pada masa
bani Umayyah ada di antara penguasa yang membayar atau meggaji guru untuk
mengajar putranya, bahkan disediakan tempat mukim untuk guru di dalam istana.
Di samping itu masih ada juga yang melaksanakan pendidikan dengan cara lama, yaitu
belajar di pekarangan sekitar masjid, terutama ini terjadi di kalangan siswa
yang berlatar belakang ekonomi lemah. Untuk model semacam ini, guru tidak
dibayar , melainkan hanya mendapat penghargaan dari masyarakat. Adapun materi
ajar yang diberikan adalah baca tulis yang secara umum diambil dari syair atau
sastra Arab.[15]
3.
Kurikulum
Pendidikan Pada Masa Bani Umayyah
Pada
masa dinasti Umayyah mulai berkembang ilmu-ilmu bidang tafsir, hadits, fiqih,
dan ilmu kalam. Sehingga muncul para tokoh ulama terkenal, seperti Hasan
Al-Basri, Ibn Shihab Al-Zuhri dan Washil Ibn Ata’. Yang menjadi pusat dari
kegiatan-kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak.[16]
Pemerintah
pada masa dinasti Umayyah sangat menaruh perhatian dalam bidang pendidikan.
Bentuk perhatiannya yaitu dengan memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia
pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para
ilmuwan, para seniman, dan para ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang
dikuasainya serta mampu meakukan kaderisasi ilmu.[17]
Berikut
merupakan kurikulum yang dipakai pada masa bani Umayyah:[18]
a. Bersifat
Arab
Pendidikan
pada masa Bani Umayyah bersifat Arab dan Islam tulen. Pada periode ini
pengajaran Islam dilakukan dengan cara membentuk halaqah-halaqah ilmiah yang
diselenggarakan di masjid-masjid. Dari halaqah-halaqah tersebut akhirnya
berkembang dan melahirkan beragam madzab dan aliran-aliran Islam.
b. Berusaha
Meneguhkan Dasar-dasar Agama Islam yang Baru Muncul
Pada
periode ini banyak dilakukan penaklukan-penaklukan wilayah dalam rangka
menyiarkan dan menguatkan prinsip-prinsip agama Islam. Pada masa ini pula,
khalifah-khalifah mengutus para ulama ke seluruh negeri bersama para tentara
untuk menyiarkan dakwah Islamiyah.
c. Prioritas
Pada Ilmu-Ilmu Naqliyah dan Bahasa
Pada
periode ini, pendidikan Islam memberi prioritas pada ilmu-ilmu naqliyah yang
meliputi ilmu-ilmu agama yang terdiri dari membaca al-Qur’an, tafsir, hadits,
dan fiqih, begitu juga dengan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan ilmu-ilmu
tersebut, yaitu ilmu-ilmu bahasa, seperti ilmu nahwu, bahasa dan sastra.
d. Menunjukkan
Perhatian Pada Bahan Tertulis Sebagai Media Komunikasi
Pada
masa Bani Umayyah penulisan semakin
banyak dan terbagi menjadi lima bidang, yaitu penulis surat-surat, penulis
harta, penulis tentara, penulis polisi dan penulis hakim. Penulisan Bahasa Arab
itu menjadi lebih penting ketika pengaraban kantor di negeri-negeri Islam.
Dengan demikian, kita dapati pada masa ini terjadi Arabisasi dalam semua segi
kehidupan dan Bahasa Arab dijadikan bahasa komunikasi baik lisan maupun tulisan
di seluruh wilayah Islam.
e. Membuka
Jalan Pengajaran Bahasa-bahasa Asing
Pengajaran
bahasa-bahasa asing dirasa perlu, sabagai akibat dari interaksi Islam dengan
Negara lain dan semakin meluasnya daerah kekuasaan orang-orang Islam ke luar
kawasan semenanjung Arabia. Dengan demikian pengajaran bahasa asing menjadi
suatu keharusan bagi Pendidikan Islam masa itu bahkan semenjak kemunculan Islam
pertama kali dalam rangka memenuhi universalitas agama Islam.
f.
Menggunakan
Surau dan Masjid
Pendidikan
Islam pada masa itu berpusat di masjid-masjid dan surau. Diantara jasa besar
dinasti bani Umayyah dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah menjadikan
masjid sebagai pusat aktivitas ilmiah, termasuk syair, sejarah bangsa-bangsa
terdahulu, perdebatan, aqidan serta pengajaran-pengajaran lainnya.
C. Penutup
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada masa bani Umayyah sudah
mengalami kemajuan, baik di bidang agama maupun ilmu pengetahuan lainnya. Hal ini
ditandai dengan meluasnya penyebaran-penyebaran agama Islam ke berbagai daerah
yang sudah dikuasai Islam. Selain itu, pada masa ini mulai berkembang
madrasah-madrasah yang digunakan sebagai pusat pendidikan yang sudah mulai
tersebar di luar Madinah. Selain itu dalam bidang pendidikan juga sudah
mengalami kemajuan, yaitu ditandai dengan semakin bertambahnya ilmu pengetahuan
yang baru, seperti kedokteran. Pola pendidikan yang dipakai pada masa dinasti
ini adalah system kuttab yang terpusat pada masjid, istana, serta rumah guru.
Demikianlah
gambaran umum tentang pendidikan Islam pada masa bani Umayyah. Meskipun pada
periode ini masih dilakukan ekspansi dalam penyebaran agama islam, namun
perhatian para khalifah dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan masih
tetap besar. Minimal mereka memberikan nasihat-nasihat kepada para pendidik
anaknya. Pada masa itu, masjid dijadikan sebagai pusat kegiatan-kegiatan ilmiah
dan perkembangan ilmu. Dengan penekanan ini, di masjid mulai diajarkan beragam
ilmu, mulai dari tafsir, hadits, fiqih, sastra, sejarah, teologi, syair dan
lainnya dengan menggunakan metode perdebatan. Dalam perkembangan pendidikan
Islam, masa bani Umayyah inilah yang di anggap paling cemerlang.
Daftar Pustaka
Syukur,
Fatah, 2012, Sejarah Pendidikan Islam,
Semarang: Pustaka Rizki Putra
Nasution,
Harun, 1985, Islam Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya Jilid I, Jakarta: UI Press
Nizar,
Samsul, 2007, Sejarah Pendidikan Islam
Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Islam Era Rasulullah
Sampai Indonesia, Jakarta:
Kencana
Zuhairini dkk, 1985, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi
Aksara
Anwar, Saepul, Pendidikan
Islam Masa Dinasti Umayyah, dalam website http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/198111092005011- SAEPUL_ANWAR/Artikel,_dll/PENDIDIKAN_ISLAM_MASA_DINASTI_UMAYYAH.pdf diakses pada
tanggal 15 September 2014
[1] Fatah Syukur, Sejarah Pendidikan Islam, Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2012, hlm 11
[2]
Saepul Anwar, Pendidikan Islam Masa Dinasti Umayyah, dalam website http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/198111092005011-SAEPUL_ANWAR/Artikel,_dll/PENDIDIKAN_ISLAM_MASA_DINASTI_UMAYYAH.pdf
diakses pada tanggal 15 September 2014
[3]
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak
Sejarah Pendidikan Islam Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Kencana,
2007, hlm 53
[4] Ibid, hal 53
[5]
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya jilid
I, Jakarta: UI Press, 1985, hlm 55-57
[6]
Samsul Nizar, Op. Cit, hlm
57
[7]
Saepul Anwar, Op. Cit
[8] Samsul Nizar, Op. Cit, hlm 61-62
[9] Ibid, hlm 63
[10]
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 1985, hlm 71-72
[11]
Ibid, hlm 72
[12]
Ibid, hlm 72-75
[13]
Saepul Anwar, Op. Cit
[14]
Samsul Nizar, Op. Cit, hlm
60
[15]
Ibid, hlm 61
[16] Harun Nasution, Op. Cit, hlm 58
[17] Samsul Nizar, Op. Cit, hlm 59
[18]
Saepul Anwar, Op. Cit