Belajar dari Sebuah Cinta
Pendidikan merupakan salah
satu pilar terpenting dalam membangun kemajuan umat. Terutama dalam kemajuan
umat Islam sendiri, pendidikan sangat diutamakan. Baik pendidikan dalam
keluarga, maupun pendidikan formal di sekolah, juga pendidikan-pendidikan
nonformal lainnya. Sejatinya, pendidikan dapat kita lakukan dimana saja dan
kapan saja. Tergantung dari individu kita masig-masing, apakah kita bisa
mengambil hikmah dari sebuah kejadian atau tidak. Jika kita bisa memetik buah
hikmah tersebut, maka saat itulah kita telah bis melakukan proses
pendidikan/pembelajaran di luar kelas.
Tujuan dari pendidikan itu
sendiri yaitu, berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang
Pendidikan, Bab II pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bernartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.[1]
Untuk mewujudkan
tujuan-tujuan pendidikan tersebut, maka kita wajib mengetahui pilar dan pondasi
utama dalam proses pendidikan anak. Pilar dan pondasi tersebut yaitu:[2]
1.
Kasih dan cinta
2.
Saling Percaya
3.
Memahami perilaku
Dari tiga pilar utama itu lalu dapat ditambah
pilar keempat dan kelima yaitu sabar dan doa. Setelah kita memahami pilar-pilar
tersebut dan hubungannya dengan proses pendidikan anak maupun siswa di sekolah,
semoga bisa mengurangi beban dalam mendidik selama ini, selain dapat mewujudkan
berbagai tujuan dan target mulia yang diharapkan dari anak-anak didik.[3]
Apabila kita bisa mendidik anak atau peserta
didik berdasarkan pilar-pilar tersebut, maka tidak ada anak yang tidak pandai.
Karena pada dasarnya semua anak itu genius, hanya terkadang sebagian orang tua
tidak begitu memahami anaknya. Dan terkadang justru anak malah “dipaksa”
mengambil jurusan yang tidak sesuai dengan bakat dan minat dari anak tersebut.
Hal ini tentu saja akan berpengaruh besar terhadap perkembangan belajar anak. Maka
dari itu, sebagai orang tua hendaknya mengajari anak untuk fokus pada bakat dan
minat dari anak tersebut, bukan malah memaksa anak untuk menguasai bidang yang
memang pada dasarnya tidak diminati oleh anak.
Selain fokus pada bakat dan minat anak, orang
tua hendaknya selalu menanamkan rasa cinta pada hati seorang anak. Karena rasa
cinta merupakan pondasi utama untuk meraih apapun, termasuk agar anak rajin
dalam belajar dan unggul dalam pendidikan. Dengan ditanamkannya rasa cinta pada
hati anak, seorang anak akan merasa lebih dihargai dan suasana belajar akan
lebih menyenangkan. Dengan demikian, ia tidak merasa tertekan dalam menerima
pembelajaran.
Kaitannya dengan proses pembelajaran di sekolah
yaitu, bahwa semakin menguat suatu hubungan dan ikatan antara pendidik (guru
maupun orang tua) dengan anak didiknya, maka semakin kokoh pula efektivitas
proses pendidikan kea rah yang lebih baik. Dan hal ini juga akan membantu
proses kesempurnaan intelektualitas, kejiwaan, dan perilaku pada anak tersebut.
Sebaliknya meskipun anak mempunyai pemikiran yang cukup terarah namun terdapat celah
pemisah antara guru dan murid, maka tidak mungkin proses belajar mengajar akan
berlangsung secara sempurna. Nilai-nilai pendidikan semacam inilah yang
diharapkan.[4]
Untuk menumbuhkan rasa cinta kepada anak, dan
agar hubungan kita semakin erat dengan anak, maka diperlukan beberapa cara,
yaitu:[5]
1.
Memotivasi anak didik dengan hadiah, terlebih jika ia telah
berhasil menyelesaikan sebuah pekerjaan dengan baik, atau ketika ia memperoleh
prestasi dalam pelajarannya. Tidak dapat dipungkiri bhwa pemberian hadiah
memiliki pengaruh psikologis terhadap orang dewasa, apalagi kepada anak-anak.
2.
Seorang pendidik, baik orang tua maupun guru hendaknya selalu
memberikan senyuman, karena hal itu juga akan memberikan energy positif bagi
peserta didik.
3.
Seorang guru hendaknya selalu berbuat baik ketika bergaul dan
berinteraksi dengan anak didiknya. Hal ini dilatar belakangi oleh kenyataan
bahwa jiwa manusia pada dasarnya diciptakan secara fitrah untuk menyayangi
siapa saja yang berbuat baik padanya.
4. Memenui keinginan anak,
merupakan salah satu cara yang sangat penting dalam rangka memperkokoh hubungan
antara pendidik dan anak. Terlebih jika keinginan-keinginan tersebut masih
dalam batas yang dapat dipenuhi tanpa memberatkan dan membebani. Ini juga
merupakan wujud pertolongan kepada sang anak untuk bisa berbuat baik kepada
orang tuanya.
Selain
cara yang sudah dijelaskan di atas, masih terdapat banyak cara untuk mempererat
hubungan antara pendidik dan peserta didik. Cara lain adalah dengan berbaur
dengan peserta didik, bersikap ramah dan mau berterus terang (tanpa
berlebih-lebihan), serta kemampuan pendidik maupun orang tua untuk membawa diri
dan menyikapi layaknya anak-anak.
Dengan
kedekatan antara anak dengan orang tua atau guru, akan mempermudah anak untuk
menerima berbagai nasehat dan arahan baik dari orang tua maupun guru tersebut.
Sebab, mereka telah mendapati pada diri orang tua dan guru-gurunya sikap dan
perhatian layaknya seorang teman.
Maka
dari itu, marilah belajar untuk mendidik anak atau peserta didik dengan cinta
dan kasih sayang. Agar terjalin interaksi yang sempurna antara anak dan guru
atau orang tua. Selain itu mendidik dengan cinta dan kasih sayang akan membuat
pembelajaran yang sulit menjadi lebih mudah, dan hasil lebih terarah.
Sragen, Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar