Rabu, 12 November 2014

Belajar dengan Cinta



Belajar dari Sebuah Cinta
Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam membangun kemajuan umat. Terutama dalam kemajuan umat Islam sendiri, pendidikan sangat diutamakan. Baik pendidikan dalam keluarga, maupun pendidikan formal di sekolah, juga pendidikan-pendidikan nonformal lainnya. Sejatinya, pendidikan dapat kita lakukan dimana saja dan kapan saja. Tergantung dari individu kita masig-masing, apakah kita bisa mengambil hikmah dari sebuah kejadian atau tidak. Jika kita bisa memetik buah hikmah tersebut, maka saat itulah kita telah bis melakukan proses pendidikan/pembelajaran di luar kelas.
Tujuan dari pendidikan itu sendiri yaitu, berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, Bab II pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bernartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1]
Untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan tersebut, maka kita wajib mengetahui pilar dan pondasi utama dalam proses pendidikan anak. Pilar dan pondasi tersebut yaitu:[2]
1.         Kasih dan cinta
2.        Saling Percaya
3.        Memahami perilaku
Dari tiga pilar utama itu lalu dapat ditambah pilar keempat dan kelima yaitu sabar dan doa. Setelah kita memahami pilar-pilar tersebut dan hubungannya dengan proses pendidikan anak maupun siswa di sekolah, semoga bisa mengurangi beban dalam mendidik selama ini, selain dapat mewujudkan berbagai tujuan dan target mulia yang diharapkan dari anak-anak didik.[3]
Apabila kita bisa mendidik anak atau peserta didik berdasarkan pilar-pilar tersebut, maka tidak ada anak yang tidak pandai. Karena pada dasarnya semua anak itu genius, hanya terkadang sebagian orang tua tidak begitu memahami anaknya. Dan terkadang justru anak malah “dipaksa” mengambil jurusan yang tidak sesuai dengan bakat dan minat dari anak tersebut. Hal ini tentu saja akan berpengaruh besar terhadap perkembangan belajar anak. Maka dari itu, sebagai orang tua hendaknya mengajari anak untuk fokus pada bakat dan minat dari anak tersebut, bukan malah memaksa anak untuk menguasai bidang yang memang pada dasarnya tidak diminati oleh anak.
Selain fokus pada bakat dan minat anak, orang tua hendaknya selalu menanamkan rasa cinta pada hati seorang anak. Karena rasa cinta merupakan pondasi utama untuk meraih apapun, termasuk agar anak rajin dalam belajar dan unggul dalam pendidikan. Dengan ditanamkannya rasa cinta pada hati anak, seorang anak akan merasa lebih dihargai dan suasana belajar akan lebih menyenangkan. Dengan demikian, ia tidak merasa tertekan dalam menerima pembelajaran.
Kaitannya dengan proses pembelajaran di sekolah yaitu, bahwa semakin menguat suatu hubungan dan ikatan antara pendidik (guru maupun orang tua) dengan anak didiknya, maka semakin kokoh pula efektivitas proses pendidikan kea rah yang lebih baik. Dan hal ini juga akan membantu proses kesempurnaan intelektualitas, kejiwaan, dan perilaku pada anak tersebut. Sebaliknya meskipun anak mempunyai pemikiran yang cukup terarah namun terdapat celah pemisah antara guru dan murid, maka tidak mungkin proses belajar mengajar akan berlangsung secara sempurna. Nilai-nilai pendidikan semacam inilah yang diharapkan.[4]
Untuk menumbuhkan rasa cinta kepada anak, dan agar hubungan kita semakin erat dengan anak, maka diperlukan beberapa cara, yaitu:[5]
1.         Memotivasi anak didik dengan hadiah, terlebih jika ia telah berhasil menyelesaikan sebuah pekerjaan dengan baik, atau ketika ia memperoleh prestasi dalam pelajarannya. Tidak dapat dipungkiri bhwa pemberian hadiah memiliki pengaruh psikologis terhadap orang dewasa, apalagi kepada anak-anak.
2.        Seorang pendidik, baik orang tua maupun guru hendaknya selalu memberikan senyuman, karena hal itu juga akan memberikan energy positif bagi peserta didik.
3.        Seorang guru hendaknya selalu berbuat baik ketika bergaul dan berinteraksi dengan anak didiknya. Hal ini dilatar belakangi oleh kenyataan bahwa jiwa manusia pada dasarnya diciptakan secara fitrah untuk menyayangi siapa saja yang berbuat baik padanya.
4.       Memenui keinginan anak, merupakan salah satu cara yang sangat penting dalam rangka memperkokoh hubungan antara pendidik dan anak. Terlebih jika keinginan-keinginan tersebut masih dalam batas yang dapat dipenuhi tanpa memberatkan dan membebani. Ini juga merupakan wujud pertolongan kepada sang anak untuk bisa berbuat baik kepada orang tuanya.
Selain cara yang sudah dijelaskan di atas, masih terdapat banyak cara untuk mempererat hubungan antara pendidik dan peserta didik. Cara lain adalah dengan berbaur dengan peserta didik, bersikap ramah dan mau berterus terang (tanpa berlebih-lebihan), serta kemampuan pendidik maupun orang tua untuk membawa diri dan menyikapi layaknya anak-anak.
Dengan kedekatan antara anak dengan orang tua atau guru, akan mempermudah anak untuk menerima berbagai nasehat dan arahan baik dari orang tua maupun guru tersebut. Sebab, mereka telah mendapati pada diri orang tua dan guru-gurunya sikap dan perhatian layaknya seorang teman.
Maka dari itu, marilah belajar untuk mendidik anak atau peserta didik dengan cinta dan kasih sayang. Agar terjalin interaksi yang sempurna antara anak dan guru atau orang tua. Selain itu mendidik dengan cinta dan kasih sayang akan membuat pembelajaran yang sulit menjadi lebih mudah, dan hasil lebih terarah.


Sragen, Oktober 2014


[1] Undang-Undang dan Peraturan RI tentang Pendidikan, Direktora Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI Tahun 2006, hlm 8
[2] Izzat Iwadh Khalifah, Maka, Ajarilah Kami Cinta, Jakarta Timur: Bumi Media, 2010, hlm 3
[3] Ibid, hlm 3
[4] Ibid, hlm 13
[5] Ibid, hlm 14-15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar